Jumat, 20 Mei 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Meskipun mempunyai fungsi dan kedudukan begitu besar sebagai sumber ajaran setelah Al-Qur’an, namun sebagaimana pada awal Islam diperintahkan oleh Nabi, hadis tersebut untuk dihafal dengan tidak boleh sama sekali mengubahnya, tidak menyelenggarakan penulisan secara resmi seperti penulisan Al-Qur’an, kecuali penulisan secara perorangan. Pembukuan resmi hadis-hadis Nabi, baru dilaksanakan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz melalui perintahnya kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm tahun 100H.
Kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasull SAW dengan waktu pembukuan hadis merupakan kesempatan bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk melakukan pemalsuan hadis dengan motif tertentu dan mengatasnamakan Rasull SAW yang padahal beliau tidak pernah mengatakan atau melakukan.Makalah “ Hadis Maudhu” ini akan membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan hadis palsu atau hadis Maudhu dengan batasan rumusan masalahyang telah ditentukan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hadis Maudlu?
2. Bagaimana sejarah munculnya Hadis Maudlu?
3. Apa saja kriteria dan faktor penyebab munculnya Hadis Maudlu?
4. Bagaimana hukum meriwayatkan Hadis Maudlu?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian Hadis Maudlu.
2. Mengetahui sejarah munculnya Hadis Maudlu.
3. Mengetahui faktor penyebab munculnya Hadis Maudlu.
4. Mengetahui kriteria Hadis Maudlu.
5. Mengetahui hukum meriwayatkan Hadis Maudlu.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadist Maudhu
Maudhu (ﻤﻮﻀﻊ) berasal dari kata (ﻮَﺿَﻊَ - ﻴَﻮْﺿَﻊُ - ﻮَﻀَﻌﺎ) yang berarti menaruh, meletakkan sesuatu.
Hadist Maudhu menurut istilah para ahli hadist ialah;
ﻤَﺎ ﻨُﺴِﺐْ ﺍِﻠﻰَ ﺮَﺴُﻮْﻞِ ﷲِ ﺼَﻠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻮَ ﺴَﻠﻢَ ﺍِﺨْﺘِﻼ ﻘﺎً ﻮَ ﻜﺬﺒًﺎ ﻤِﻤﱠﺎ ﻠﻢْ ﻴَﻗﻠﻪُ ﺍﻮْ ﻴَﻗِﺮْﻩُ ﻮَ ﻗﺎﻞ ﺒَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﻫُﻮَ ﺍﻠﻤُﺨْﺘﻠﻕ ﺍﻠﻣَﺼْﻨُﻭْﻉُ
“Hadist yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. Secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan memperbuatnya. Ssebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadist maudhu adalah hadist yang dibuat-buat.”

Sebagian ulama mendefinisikan sebagai berikut:
ﻫُﻮَ ﺍﻠﻤُﺧْﺘﻠﻊُ ﺍﻠﻤَﺼْﻨُﻮْﻉُ ﺍﻠﻤَﻨْﺴُﻮْﺐُ ﺍِﻠﻰَ ﺮَﺴُﻮْﻞِ ﷲِ ﺼَﻠﻰﱠ ﷲُ ﻋَﻠﻴْﻪِ ﻭَ ﺴَﻠﻢَ ﺰَﻮْﺮًﺍ ﻭَ ﺒُﻬْﺘﺎﻨًﺎ ﺴَﻮَﺍﺀٌ ﻜَﺎﻦَ ﺬَﻠِﻚَ ﻋَﻤْﺪًﺍ ﺃﻭْﺧَﻄﺄ
“Hadist yang diciptakan dan dibuat oleh seseorang (pendusta) yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak”

Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa hadist maudhu bukanlah hadist yang bersumber dari Rasulullah atau dengan kata lain bukan merupakan hadist Rasul, paling tidak sebagian namun hadist tersebut disandarkan kepada Rasul.
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan hadist. Berikut ini akan dikemukakan pendapat mereka.
1. Menurut Ahmad Amin bahwa Hadist Maudhu terjadi sejak masa Rasulullah SAW masih hidup . Menurutnya, kemungkinan di zaman Rasulullah terjadi pemalsuan hadist, akan tetapi ini hanya berupa dugaan karena tidak mempunyai alasan historis.
2. Shalah Ad Din Ad Dabi mengatakan bahwa pemalsuan hadist berkenaan dengan masalah keduniaan telah terjadi di masa Rasulullah, Alasannya adalah dalam hadist riwayat At-Tahawi dan At-Tabrani disebutkan ada seseorang telah berbuat berita dengan mengatasnamakan Nabi. Ia mengaku telah diberi wewenang oleh Nabi untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi pada suatu kelompok di sekitar kota Madinah. Kemudian ia melamar gadis di daerah tersebut, tapi lamarannya ditolak. Utusan dari masyarakat itu memberitahukan berita utusan yang dimaksudkan kepada Nabi. Ternyata Nabi tidak pernah menyuruh orang tersebut dan beliau lalu menyuruh sahabatnya untuk membunuh orang yang berbohong, seraya berpesan, apabila orang yang bersangkutan meninggal dunia, maka jasadnya dibakar.
3. Menurut Jumhur al Muhaddisin, pemalsuan hadis terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Menurut mereka, pada masa tersebut trerjadi perpecahan politik antara Ali dan Mu’awiyah. Masing-masing golongan, selain berupaya mengalahkan lawannya, juga berupaya mempengaruhi orang-orang yang tidak berada dalam perpecahan, salah satu caranya adalah dengan membuat hadist palsu.

B. Sebab dan Latar Belakang Terjadinya Hadist Palsu
1. Pertentangan Politik
Perpecahan umat Islam akibat pertanyaan politik yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib sangat berpengaruh terhadap pamalsuan hadist. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu, salah satunya membuat hadist palsu.
Yang paling banyak membuat hadist palsu adalah Syi’ah dan Rafidhah . Golongan syi’ah membuat hadist-hadist mengenai kekhalifahan Ali dan keutamaan Ahlu Bait. Menurut Al-Khalily, Kaum Rafidhah telah membuat hadist sebanyak 300.000 hadist mengenai keutamaan Ali dan Ahlu Bait. Diantara hadist yang dibuat Syi’ah adalah:
ﻤَﻦْ ﺃﺮَﺍﺪَ أﻦْ ﻴَﻨﻈُﺭَ ﺍِﻠﻰٰ ﺍٰﺪَﻢَ ﻔِﻰ ﻋِﻠﻤِﻪِ ﻭَ ﺍِﻠٰﻰ ﻨُﻮْﺡٍ ﻔﺘََﻘﻮَﺍﻩُ ﻮَ ﺍِﻠٰﻰ ﺇﺒْﺮﺍﻫﻴﻢَ ﻔِﻰ ﺤِﻠﻤِﻪِ ﻮ ﺍِﻠٰﻰ ﻤُﻮﺴٰﻰ ﻔﻰ ﻫَﻴْﺒَﺗِﻪِ ﻮ ﺇﻠﻰﻋِﻴْﺴَﻰ ﻔﻰ ﻋِﺒَﺎﺪَﺘِﻪِ ﻔَﻠﻴَﻨْﻈُﺮﺇﻠﻰ ﻋَﻠِﻲ
“Barangsiapa melihat kepada Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat kepada Nuh dengan ketaqwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat kepada Isa tentang Ibadahnya, maka hendaklah ia melihat kepada Ali.”

Golongan fanatik terhadap Muawiyah membuat pula hadist hadist yang menerangkan keutamaannya, mereka mengaku bahwa Nabi SAW bersabda:
ﺍﻷﻤَﻨَﺎﺀَ ﺜﻼﺜﺔ ؛ ﺃﻨَﺎ ﻭَ ﺠِﺒْﺮﻴْﻞُ ﻮَ ﻤُﻌَﺎﻭﻴَﺔ
“Orang yang terpercaya hanya tiga orang saja; saya, Jibril, dan Muawiyah.”

Khawarij mengkafirkan orang yang berdusta, namun didapatinya orang yang membuat hadist, Ibnu Djazuli dalam muqadimah kitab al Maudlu meriwayatkan dari ibnu lahiyah, katanya:
“saya pernah mendengar dari salah seorang syekh dari golongan khawarij yang bertaubat berkata ‘Sesungguhnya hadist-hadist ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu, karena kami apabila kami menginginkan sesuatu, kami jadikan hadist.’.”

Perbedaan Khawarij dalam status pemalsuan hadist ada dalam buku Ilmu Hadist karya Drs H Mudasir dan Sejarah Pengantar Ilmu Hadist karya Prof Dr Teungku Muhammad Hasby Ash Shidieqy yang terbaru yang mengatakan meski menyalahi ahlu Sunnah, Khawarij tidak pernah membuat hadist palsu. Imam Abu Dawud mengatakan:
“tidak ada di dalam golongan para pengikut nafsu, yang lebih benar perkataannya dan lebih shahih hadistnya selain golongan khawarij”


2. Usaha kaum Zindiq (Zandaqah)
Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci islam, baik sebagai agama, maupun sebagai dasar pemerintahannya. Mereka merasa tidak mungkin melampiaskan kebenciannya melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu dengan melakukan pemalsuan hadist, tujuannya untuk menghancurkan islam dari dalam.
Diantara hadist yang mereka palsukan untuk merusakkan agama yaitu:
١- ﺇﻦ ﷲَ ﻠﻤﱠﺎ ﺧَﻠﻖَ ﺍﻠﺣُﺮُﻭْﻒِ ﺴَﺠَﺪَﺖِ ﺍﻠﺒَﺎﺀُ ﻮ ﻮَﻗﻔﺖِ ﺍﻻٰﻠِﻑُ
“Bahwasanya Allah ketika menjadikan huruf bersujudlah ba’, dan tegak berdirilah alif.”
٢-ﺍﻠﻨﱠﻈﺭُﺇﻠﻰَﺍﻠﻮَﺠْﻪِﺍﻟﺠَﻣِﻴْﻞِﻋِﺑَﺎﺪَﺓ
“Melihat kepada muka yang indah adalah ibadah.”

Memang beribu-ribu hadist mereka sisipkan, baik dalam urusan aqidah, maupun akhlaq, obat obatan dan urusan halal haram. Ketika Abd Karim ibn Abi al Auja mengaku terus terang telah membuat 4000 hadist dalam urusan halal haram. Khalifah yang sangat keras dalam membasmi para Zandaqah ialah Al Mahdy dari dinasti Abbasiyah.
3. Ashbiyah (Fanatik Buta)
Yaitu fanatik kebangsaan, kebahasaan, dan keimanan. Mereka yang fanatik kepada kebangsaan Persia membuat hadist:
ﺇﻦ ﷲَ ﺇﺬﺍ ﻏَﻀِﺏَ ﺃﻧﺰَﻞَ ﺍﻠﻮَﺤْﻲَ ﺒﺎﻠﻌَﺮَﺒﻴﱠﺔِ ﻮﺇﺬﺍ ﺮَﻀِﻲَ ﺃﻧﺰَﻞ ﺍﻠﻮَﺤْﻲَ ﺒﺎﻠﻔﺮْﺴِﻴﱠﺔِ
“Allah apabila marah menurunkan wahyu dengan bahasa arab dan apabila ridha menurunkan wahyu dengan bahasa Persia.”

Ulah laku mereka ditingkah oleh golongan Arab yang bodoh-bodoh dengan mengatakan bahwa Nabi SAW. Bersabda:
ﺇﻦ ﷲَ ﺇﺬﺍ ﻏَﻀِﺏَ ﺃﻧﺰَﻞَ ﺍﻠﻮَﺤْﻲَ ﺒﺎﻠﻔﺮْﺴِﻴﱠﺔ ﻮﺇﺬﺍ ﺮَﻀِﻲَ ﺃﻧﺰَﻞ ﺍﻠﻮَﺤْﻲَ ﺒﺎِ ﻠﻌَﺮَﺒﻴﱠﺔِ
“Allah apabila marah menurunkan wahyu dengan bahasa arab dan apabila ridha menurunkan wahyu dengan bahasa Persia.”

Salah satu tujuan membuat hadist palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebaagainya.
4. Tukang Cerita(Qushshash)
Tukang cerita pada waktu ini besar pengaruhnya dimasyarakat, mereka dihormati dan dipercaya, mereka juga membuat hadist palsu untuk menambah kehebatan ceritanya dan untuk mendapatkan kepercayaan dari para pendengarnya.
Kelompok yang melakukan pemalsuan hadist ini bertujuan untuk memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya, hadist yang mereka katakan terlalu berlebihan.
Ibnu Qutaibah ketika membicarakan perihal ahli-ahli kisah berkata:
”ketika para qushshash (ahli kisah) berupaya menarik dan membangunkan minat serta perhatian umat dengan jalan membuat riwayat-riwayat palsu, timbul pula hadist Maudhu’.

Orang awam memang tertarik sekali hatinya kepada cerita yang menakjubkan, yang tidak dapat dipikir akal dan memilukan hati. Maka ketika mereka menerangkan perihal surga, mereka menerangkan bahwa bidadari itu cantiknya begini, indahnya begini, pinggangnya ramping, ditempatkan Allah dalam maghlihai yang dibuat dari mutiara intan baiduri. Pada tiap-tiap istana itu terdapat tujuh ratus anjungan. Tiap anjungan mempunyai tujuh ratus kubah. Contoh lain seperti mereka menceritakan katanya Nabi SAW mengatakan Nabi Adam karena tinggi sekali tubuhnya, sampai membentur awan, sehingga botaklah kepalanya dan waktu diturunkan kedunia menangisi surga sampai air matanya menjadi lautan dan dapat dilayari oleh perahu-perahu.
Diantara hadist yang dibuat para qushshash adalah:
ﻤَﻦْ ﻗﺎﻞ ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﷲ ,ﺨَﻠﻖَ ﷲُ ﻤِﻦْ ﻜﻞ ﻜﻠِﻣَﺔٍ ﻃﺎﺌِﺮًﺍ, ﻤِﻧﻘﺎﺮُﻩُ ﻣِﻥْ ﺬﻫَﺐَ ﻮَ ﺮﻴْﺸُﻪُ ﻤِﻦْ ﻤَﺮْﺠَﺍﻥ
“Barangsiapa membaca laa Ilaha illallah, niscaya Allah jadikan tiap-tiap kalimatnya seekor burung, paruhnya dari emas dan buahnya dari marjan.”

5. Perselisihan Fiqih dan Ilmu Kalam
Para pengikut mazhab dan pengikut ulama kalam yang bodoh membuat pula beberapa hadist palsu untuk menguatkan paham pendirian imamnya.
Mereka yang fanatik terhadap mazhab Abu Hanifah, membuat hadist:
ﻣَﻦْ ﺮَﻔﻊَ ﻴَﺪَﻴْﻪِ ﻔِﻰ ﺍﻠﺮَﻜﻮْﻉِ ﻓﻼ ﺼَﻼﺓ ﻠﻪُ
“Barangsiapa mengangkat dua tangan ketika ruku’, tidak ada shalat baginya.”

Mereka yang fanatik terhadap Asy Syafi’i berkata bahwa bahwa Nabi SAW, telah menyabdakan:
ٲﻤﱠﻨِﻲْ ﺠِﺒْﺮِﻴْﻞُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻠﻜَﻌْﺒَﺔِ ﻓَﺠَﻬَﺮَ ﺒﺴﻢﷲﺍﻠﺮﱠﺤﻤﻦﺍﻠﺮﱠﺣﻴﻢِ
“Aku berimam kepada Jibril di sisi ka’bah, maka ia menyaringkan bismillahirrahmanirrahim.”

Mereka yang fanatik terhadap ulama kalam membuat hadist:
ﻤَﻦْ ﻗﺎﻞَ ﺇﻦَ ﺃﻠﻗﺮْﺁﻦَ ﻤَﺨْﻠﻭْﻖٌ ﻓﻗﺪْ ﻛَﻓﺭَ
“Barangsiapa yang mengatakan Al-Qur;an adalah makhluk, maka dia Kafir.”

6. Membangkitkan Gairah Ibadah
Ada golongan yang berpendapat bahwa tidak ada salahnya kita membuat-buat hadist untuk menarik minat umat kepada ibadah. Mereka berpendapat bahwa berdusta untuk kebaikan, boleh. Lantaran ini, dihadapan kita nsekarang terdapat hadist-hadist yang menerangkan keutamaan surat-surat Al-Qur’an. Hadist-hadist tersebut dibuat oleh Nuh ibn Abi Maryani, ketika ditanya ia menjawab;
“saya temukan manusia telah berpaling dari membaca Al-Qur’an, maka saya membuat hadist-hadist ini untuk menarik minat umat kepada Al-Qur’an itu kembali.”

Ghulam al Khalil membuat hadist tentang keutamaan wirid dengan maksud memperhalus qalbu manusia. Dalam kitab Tafsir Ats Tsalabi, Zamakhsyari, dan Badawi terdapat banyak hadist palsu. Begitu juga dalam kitab Ihya Ulum Ad Din.
7. Penjilat Penguasa
Giyas bin Ibrahim merupakan tokoh yang banyak ditulis dalam kitab hadist sebagai pemalsu hadist tentang “perlombaan”.
Contohnya hadist yang berbunyi:
ﻻ ﺴَﺒَﻖَ ﺇﻻ ﻔِﻲ ﻨَﺻْﻞٍ ﺃﻮْ ﺨُﻒٍّ ﺃﻮْ ﺤَﺎﻓِﺮٍ ﺃﻮْ ﺟَﻨَﺎﺡٍ
“Hanya boleh kita bertaruh dalam pelemparan panah, dalam memperlombakan kuda dan dalam memperadukan burung yang bersayap.”

Perkataan yang terakhir ini (ﺃﻮْ ﺟَﻨَﺎﺡ) adalah tambahan dari Giyas itu agar diberi hadiah atau mendapat simpatik dari khalifah Al-Mahdi. Setelah mendengar hadiah tersebut, Al-Mahdi memberikan hadiah 10.000 dirham, namun ketika Giyas hendak pergi, Al-Mahdi menegur, seraya berkata, “Aku yakin itu sebenarnya merupakan dusta ata nama Rasulullah SAW.” Menyadari hal itu, khalifah memerintahkan untuk menyembelih merpatinya.

Beberapa motif pembuatan hadist palsu diatas, dapat dikelompokkan menjadi:
• Ada yang sengaja,
• Ada yang tidak sengaja merusak agama,
• Ada yang karena merasa yakin bahwa membuat hadist palsu yang diperbolehkan,
• Ada yang karena tidak tahu gila dirinya membuat hadist palsu.




C. Tanda Hadist Palsu dan Kaidah untuk Mengetahuinya
1. Tanda Pada Sanad
a. Perawi itu terkenal berdusta (seorang pendusta) dan hadistnya tidak diriwayatkan oleh perawi terpercaya.
b. Pengakuan Perawi Sendiri, sebagaimana pengakuan Abdul Karim bin Abu Al Huja ketika akan dihhukum mati ia mengatakan:
“Demi Allah aku palsukan padamu 4.000 hadist, di dalamnya aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram.”
Kemudian dihukum pancung lehernya atas instruksi Muhammad bin Sulaiman bin Ali, Gubernur Basrah. Maysarah bin Abdi Rabbih Al Farisi mengaku banyak membuat hadist Maudhu, tentang keutamaan Al-Qur’an dan Ali. Ia mengaku membuat hadist lebih dari 70 buah. Demikian juga Abu Ishmah bin Maryam yang bergelar Nuh Al Jami’ mengaku membuat hadist yang disandarkan kepada Ibnu Abbas tentang keutamaan Al-Qur’an. Imam Bukhari pernah meriwayatkan Taarikul Ausath dari Umar Shub-hin bin Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia berkata: “Aku telah Palsukan Kutbah Rasulullah SAW”.
c. Terdapat tanda-tanda lain yang dapat menunjukkan bahwa hadist itu adalah palsu. Misalnya dengan melihat keadaan atau sifat Rawi yang meriwayatkan hadist itu. Seperti seorang yang meriwayatkan hadist dengan ungkapan mantap serta serta meyakinkan dari seorang syaikh padahal dalam sejarah ia tidak pernah bertemu atau dari seorang syaikh di suatu negeri tidak pernah berangkat keluar atau seorang syaikh telah wafat sementara ia(pemalsu) masih kecil atau belum lahir. Ma’mun Ahmad As-Sarawy mengaku kepada Ibnu Hibban bahwa ia mendengar hadist dari Hisyam ibn Ammer. Maka Ibnu Hibban bertanya, “Kapankah engkau ke kota Syam?” Ma’mun menjawab, “Pada tahun 250 H” mendengar itu Ibnu Hibban berkata “Hisyam meninggal dunia tahun 245 H”
d. Keadaan perawi-perawi sendiri serta adanya dorongan membuat hadist. Seperti yang disandarkan Al Hakim dari Saif bin Umar At-Tamimi, aku di sisi Sa’ad bin Tharif, ketika anaknya pulang dari sekolah menangis ditanya bapaknya: “Mengapa engkau menangis?”anaknya menjawab: “dipukul gurunya.” Lantas Sa’ad berkata: “Sungguh saya bikin hina sekarang.” Memberitahukan kepadaku Ikrimah dari Ibnu Abbas secara marfu:
ﻤُﻌَﻠِّﻤُﻮْﺍ ﺼِﺒْﻴَﺎﻨِﻜُﻢْ ﺸِﺮَﺍﺮُﻛُﻢْ ؛ﺃﻘَﻠﱡﻬُﻢْ ﺮَﺤْﻣَﺔ ﻠِﻠْﻴَﺘِﻴْﻢِ ﻮَﺃﻏْﻠﻈُﻬُﻢْ ﻋﻠﻰ ﺍﻠﻤِﺴْﻜِﻴْﻦِ
“Guru anak-anak kecilmu adalah orang yang paling jelek diantara kamu. Mereka paling sedikit sayangnya terhadap anak yatim dan yang paling kasar terhadap orang miskin.”

Ibnu Ma’in berkata: “tidak halal seseorang meriwayatkan suatu hadist dari Sa’ad bin Tharif.

2. Tanda Pada Matan
a. Buruk susunan lafalnya dari segi bahasa, secara logis tidak dibenarkan bahwa ungkapan itu datang dari Rasul. Banyak hadist hadist yang lemah susunan bahasa dan maknanya, seseorang memiliki keahlian bahasa dan sastra memiliki ketajaman dalam memahami hadist dari Nabi atau bukan Hadist Maudhu ini bukan bahasa Nabi yang mengandung sastra (falsafah) karena sangat rusak susunannya.
b. Rusak maknanya
1) Karena berlawanan makna hadist dengan soal-soal yang mudah dicerna akal sehat. Seperti :
ﺇﻦﱠ ﺍﻠﺴﱠﻔِﻴْﻨَﺔ ﻨُﻮْﺡٍ ﻄَﺎﻓَﺖْ ﺒِﺎﻠﺒَﻴْﺖِ ﺴَﺒْﻌًﺎ ﻮَ ﺻَﻠﱠﺖ ﺒِﺎﻠﻤَﻘﺎﻢِ ﺮَﻜْﻌَﺘﻴْﻦِ
“Bahtera Nuh berthawaf tujuh kali keliling ka’bah dan bershalat di makam Ibrahim dua Rakaat.”

Hadist ini maudhu karena irrasional, tidak mungkin secara akal perahu berputar-putar(thawaf) mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali seperti orang yang sedang thawaf ibadah haji dan sholat di maqam Ibrahim. Lagi pula tidak mungkin nabi Ibrahim yang urutan ke-6 dari 25 nabi dan rasul mendahului hidup nabi Nuh yang menduduki urutan ke-3 dari 25 nabi dan rasul.
2) Karena berlawanan dengan norma-norma akhlak, atau menyalahi kenyataan. Seperti:
۱۔ﻻ ﻴُﻮْﻠَﺪُ ﺒَﻌْﺩَﺍﻠﻤِﺎﺌَﺔِ ﻤَﻮْﻠُﻮْﺪٌﷲِ ﻔِﻴْﻪِ ﺤَﺎﺠَﺔ
“tidak dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus yang ada padanya keperluan bagi Allah.”

۲۔ﺍﻠﻨﱠﻈَﺮُﺍِﻠﻰَﺍﻮَﺠْﻪِﺍﻠﺣْﺴَﻦﻴَﺠْﻠُﻮﺍﻠﺒَﺼَﺮَﻮَﺍﻠﻨﱠﻈَﺮُﺍِﻠﻰَﺍﻮَﺠْﻪِﺍﻠﻘَﺒِﻴﺢِ ﻴُﻮﺮِﺚُﺍﻠﻜَﻠﺢَ
“Memandang wajah cantik dapat menerangkan mata dan memandang wajah jelek dapat menyebabkan sedih.”

3) Karena berlawanan dengan Ilmu kedokteran, seperti :
ﺃﻠﺒَﺎﺫِﻨﺠَﺎﻦ ﺸِﻔَﺎﺀٌ ﻜُﻞِّ ﺸﻴْﺊٍ
“buah terong itu penawar segala penyakit.”
4) Karena menyalahi ketentuan yang ditetapkan akal terhadap Allah bahwa Allah itu maha suci dari serupa dengan makhluk.
ﺇﻦﱠﷲَ ﺨَﻠﻖَ ﺍﻠْﻔَﺮَﺲَ ﻔﺄﺠْﺮَﺍﻫَﺎ ﻔَﻌَﺮِﻘَﺖْ ﻔَﺨَﻠﻖَ ﻨَﻔْﺴَﻬَﺎ ﻤِﻨْﻬَﺎ
“bahwasanya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacunya. Maka lalu berpeluklah kuda itu, lalu Tuhan menjadikan dirinya dari kuda itu.”

Mengenai hal ini, ibnu Al Jazuly berkata:
“Segala khabar yang mewahamkan kebatalan dan tidak menerima ta’wil, dihukumi dusta, atau kurangilah hal yang menghilangkan waham itu.”

Ar Razy dalam Al-Maushul berkata:
“tiap-tiap hadist yang engkau dapati menyalahi akal, menentangi kaidah dan berlainan dengan yang dinukilkan Nabi, ketahuilah bahwa hadist itu maudhu.”

c. Termasuk tanda maudhu menyalahi teks Al-Qur’an atau hadist mutawatir, contoh hadist palsunya adalah:
١ـ ﻭَﻠَﺪُﺍﻠﺰﱢﻨﺎَﻻﻴَﺪْﺨُﻞُﺍﻠﺠَﻨﱠﺔﺇﻠﻰَﺴَﺒْﻌَﺔِﺃﺒْﻨَﺎﺀ
“Anak zina tidak masuk surga sampai tujuh turunan.”
Hadist diatas bertentangan dengan firman Allah:
    ٫٫٫ 
“dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri.” (al-An’am;164)

٢ـ ﺇﺬَﺍﺤَﺪﱠﺜﺘُﻢْﻋﻨﱢﻰﺒِﺤَﺪِﻴْﺚٍﻴُﻮَﺍﻔِﻖُﺍﻟﺤَﻖﱠﻔَﺨُﺬُﻮْﺍﺒِﻪِﺃﻭْﻠﻡْﺃُﺤَﺪﱢﺚ
“jika kalian memberitakan sesuatu hadist dari padaku, sesuai kebenaran maka ambilan baik aku memberitakan atau tidak.”

Hadist diatas bertentangan dengan hadist Mutawatir berikut:
ﻤَﻦْﻜَﺬﺐَﻋﻟََﻲﱠﻤُﺗَﻌَﻤﱢﺪًﺍﻔﻠﻴَﺘَﺑَﻭﱠﺃْﻤَﻘْﻌَﺪَﻩُﻤِﻦَﺍﻠﻨَﺎﺮِ
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya dineraka.”

d. Tanda hadist maudhu yaitu jika hadist menyalahi realita sejarah, misalnya hadist menjelaskan; Nabi memungut pajak pada penduduk Khaibar dengan disaksikan oleh Sa’ad bin Muaz, padahal Sa’ad telah meninggal pada masa perang khandaq sebelum kejadian tersebut.
e. Hadist sesuai dengan mazhab perawi, misalnya hadist yang diriwayatkan oleh Habbah bin Juwaini, ia berkata:
Saya mendengar Ali berkata: ”Aku menyembah Tuhan bersama Rasul-Nya sebelum menyembah-Nya seorangpun dari ummat ini lima atau tujuh tahun.”

Hadist ini mengkultuskan Ali sesuai dengan prinsip Syi’ah. Tetapi pengkultusan itu juga tidak masuk akal, bagaimana Ali beribadah bersama Rasul lima atau tujuh tahun sebelum umat ini.
f. Mengandung pahala yang berlebihan bagi perbuatan yang kecil, bisanya motif pemalsuan ini disampaikan para tukang kisah yang ingin menarik perhatian pendengarnya untuk melakukan amal saleh.
g. Sahabat dituduh menyembunyikan hadist yang seharusnya diriwayatkan, tapi tidak diriwayatkan. Misalnya:
Nabi memegang tangan Ali bin Abi Thalib di hadapan para sahabat dan berkata: “ini wasiatku dan saudaraku dan khalifah sesudah aku.”

Seandainya hadist itu benar, tentu banyak diantara para sahabat yang meriwayatkannya, tidak mungkin para sahabat diam tidak meriwayatkan jika hal itu terjadi pada masa Rasulullah.

D. Hukum Meriwayatkan Hadist Palsu(Maudhu) dan Usaha Para Ulama Untuk Menanggulanginya

1. Hukum Meriwayatkan Hadist Palsu
a. Secara mutlaq, meriwayatkan hadist-hadist palsu itu hukumnya Haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadist tersebut adalah palsu
b. Bagi mereka yang mwriwayatkannya denga tujuan untuk memberitahu pada orang bahwa hadist ini palsu maka tidak ada dosa baginya
c. Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan Ma’na Hadist tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa baginya, akan tetapi sesudah mendapat penjelasan oleh para ahli hadist bahwa riwayat atau hadist yang dia riwayatkan atau mengamalkan itu adalah hadist palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkan, kalau tetap dia amalkan maka hukumnya haram.
2. Usaha Para Ulama dalam Menanggulangi Hadist Maudhu
a. Memelihara sanad hadist, jika suatu hadist tanpa sanad, maka tidak diterima. Keharusan sanad dalam menerima hadist bukan pada orang-orang khusus saja, bagi masyarakat umumpun harus menerimanya dengan sanad.
b. Meningkatkan kesungguhan penelitian, sejak masa sahabat dan tabi’in mereka telah mengadakan penelitian dan pemeriksaan hadist yang mereka dengar atau yang mereka terima dari sesamanya. Jika hadist yang mereka terima itu meragukan atau datang dari sahabat bukan dari sahabat yang langsung terlibat dalam permasalahan hadist, segera mereka mengadakan rihlah(perjalanan) sekalipun dalam jarak jauh untuk mengecek kebenaranya kepada para sahabat senior atau yang terlibat dalam kejadian hadist.
c. Mengisolir pendusta hadist, orang-orang yang terkenal sebagai pendusta hadist dijauhi dan masyarakat pun dijauhkan daripadanya.
d. Menerangkan keadaan para perawi dengan menelusuri sejarah kehidupan baik mulai lahir hingga wafat ataupun dari segi sifat-sifat para perawi hadist dengan kedhabitannya.
e. Memberikan kaidah hadist tentang penelitian hadist untuk menganalisa otentisitasnya, sehingga dapat diketahui, mana shahhih, hasan, dha’if, maudhu.
Para Ulama hadist telah lama melakukan penelitian terhadap hadist-hadist palsu, kemudian membukukannya agar kepalsuan diketahui umat Islam. Diantaranya kitab Al-Maudhu’at karya Ibn Al Jauzi, Tanzih al-Syariah al marfuah’an al ahadist al syaniah al maudhuah karya Ibn Arraq al Kannani, Tadzikrah al Maudhuat karya Muhammad Tahir al Hindi, al Fawaid al Majmuah fi Al Hadist al Maudhuah karya As Syaukani, dan masih banyak lagi kitab-kitab hadist lainnya.  
BAB III
KESIMPULAN
1. Hadist Maudhu adalah Hadist yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. Secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan memperbuatnya
2. Sebab Terjadinya Hadist Maudhu Adalah
a. Pertentangan Politik
b. Usaha kaum Zindiq (Zandaqah)
c. Ashbiyah (Fanatik Buta)
d. Tukang Cerita(Qushshash)
e. Perselisihan Fiqih dan Ilmu Kalam
f. Membangkitkan Gairah Ibadah
g. Penjilat Penguasa
3. Tanda dan Kaidah mengetahui Hadist Palsu pada sanad ada empat macam dan pada matan ada tujuh macam.
4. Hukum meriwayatkan dan mengamalkan hadist Maudhu secara sengaja haram, jika dia tidak sengaja maka tidak ada dosa baginya (Hanya Allah yang Tau)

DAFTAR PUSTAKA
Kohu, Qosim. 2003. Himpunan Hadist-Hadist Lemah dan Palsu. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Ranuwijaya, Drs Utang. 1998. Ilmu Hadist. Jakarta: Gaya Media Pratama

Yaqub, Ali Mustafa. 2000. Kritik Hadist. Jakarta: Pustaka Firdaus

Ash-Shidieqy, Prof Dr Teungku Muhammad Hasby. 2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist. Semarang: Pustaka Rizki Putra

--------------------------------------------------------------------. 1973. Sejarah Perkembangan Hadist. Djakarta: Bulan Bintang

Mudasir, Drs H. 1999. Ilmu Hadist. Bandung: CV Pustaka Setia

Zuhdi, Drs Masjfuk. 1975. Pengantar Ilmu Hadist. Malang: Pustaka Progresif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar