Rabu, 15 Juni 2011

pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan kelas

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembelajaran adalah suatu aktivitas belajar-mengajar. Didalamnya ada dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru adalah mengelola pembelajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara dua subjek pembelajaran yaitu guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedangkan peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran.
Pengajaran merupakan aktivitas yang sistematis dan sistemik yang terdiri atas banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat terpisah atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan teratur, saling bergantung, komplementer, dan kesinambungan. Untuk itu diperlukan pengelolaan pembelajaran yang baik. Pengelolaan pembelajaran yang baik harus dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip pengajaran. Ia harus mempertimbangkan segi dan strategi pengajaran, dirancang secara sistematis, bersifat konseptual tetapi praktis relistik dan fleksibel, baik yang menyangkut masalah interaksi pengajaran, pengelolaan kelas, pengajaran, maupun penilaian pengajaran.
Pengertian pengelolaan pembelajaran adalah mengacu pada suatu upaya untuk mengatur aktivitas pengajaran berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengajaran untuk menyukseskan tujuan pembelajaran agar tecapai secara lebih efektif, efisien, dan produktif yang diawali dengan penentuan strategi dan perencanaan, dan diakhiri dengan penilaian.
Rumusan masalah:
1. Apa saja yang perlu dalam pengelolaan proses pembelajaran?
2. Apa saja yang ada dalam pengelolaan pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN

Pengelolaan Proses Pembelajaran
A. Prinsip-prinsip pembelajaran
a. Prinsip aktivitas
Belajar yang berhasil harus melalui beberapa macam aktivitas, baik aktivitas fisik atau psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau pasif. Peserta didik yang psikis adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran.
b. Prinsif motivasi
Suatu aktivitas belajar sangat lekat dengan motivasi. Perubahan sustu motivasi akan berubah pula wujud, bentuk dan hasil belajar. Ada tidaknya motivasi seorang individu untuk belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar itu sendiri.
B. Perencanaan Pembelajaran
Seorang guru harus mempunyai kemampuan dalam merencanalan pembelajaran karena kegiatan yang direncanakan dengan matang akan lebih terarah dan tujuan yang diinginkan akan mudah tercapai. Dengan demikian seorang guru, sebelum mengajar hendaknya merencanakan terlebih dahulu program pembelajaran, membuat persiapan pembelajaran yang hendak diberikan atau yang lebih dikenal dengan rencana pembalajaran (RP).
Pencana penbelajaran (RP) ini dibuat oleh guru untuk setiap kali pertemuan atau bias juga untuk 4 atau 5 kali pertemuan sekaligus. Dalam perencanaan tersebut harus memuat lima unsure seperti:
a. Tujuan intruksional
b. Bahan pembelajaran
c. Kegiatan pembelajaran
d. Metode dan alat bantu
e. Evaluasi atau penilaian
C. Tujuan Instruksional
Agar sungguh-sungguh membantu, seorang guru profesional harus merumuskan tujuannya dalam dalam bentuk prilaku siswa yang dapat diukur, yaitu: menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Tujuan yang dirumuskan secara demikian hampir tidak menimbulkan keraguan-keraguan lagi dengan sasaran yang hendak yang dicapai guru. Hendaknya diperhatikan bahwa setiap kata-kata seperti tujuan jauh (goal), tujuan dekat (obyektive), sasaran (aim), dan maksud (inten) digunakan dalam arti yang sama.
Ciri pokok dari tujuan intruksional yang dirumuskan secara operasional ialah bahwa respons yang menandakan tercapainya tujuan secara memuaskan diuraikan secara jelas. Kalau tujuan sudah dirumuskan secara tepat, maka seharusnya tidak ada lagi kesulitan dalam menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan secara memuaskan atau belum.
D. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran merupakan proses berlangsungnya belajar mengajar disekolah yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan. Artinya merupakan proses terjadinya interaksi antara guru dan siswa dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada siswauntuk mencapai tujuan pembelajaran.
Tahap tahap yang harus ditempuh oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran adalah:
1. Tahap Pra Intruksional, yaitu tahap yang ditempuh pada saatmemulai proses pembelajaran meliputi:
a. Menanyakan kehadiran siswa.
b. Member kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasai.
c. Mengajukan pertanyaan mengenai pelajaranyang telah dibahas.
d. Mengulang pelajaran secara singkat, tetapi mencakup semua bahan.
2. Tahap Intruksional yaitu tahap pemberian bahan pelajaran meliputi:
a. Menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
b. Menjelaskan pokok materi yang akan dibahas.
c. Menjelaskan pokok materi yang telah dituliskan.
d. Memberikan contoh kongkrit pada setiap pokok materi yang telah dibahas.
e. Menggunakan media untuk mempermudah pemahaman siswa.
f. Menyimpulkan hasil bahasan.
3. Tahap Evaluasi, ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan tahap intruksional diantaranya:
a. Mengjukan pertanyaan kepada beberapa siswaa mengenai matari palajaran yang telah dipelajari.
b. Akhiri pelajaran dengan memberitahukan materi yang akan dibahas berikutnya.
c. Member tuags atau PR kepada siswa untuk memparkaya pengetahuan siswa mengenai yang telah dibahas.
d. Bila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa kurang dari 70% maka guru harus mengulang pelajaran.

E. Mengenal Murid
Sebagai seorang guru kita harus dapat mengerjakan banyak hal untuk membimbing perkembangan dan pertumbuhan setiap murid, apabila murid-murid telah dikenal sebaik-baiknya. Karena itu, perlu diperlihatkan bahwa guru harus mengenal diri siswa dengan mempelajari minat, kebutuhan, masalah pridadi mereka secara individual. Dan usahakan para siswa mengetahui, bahwa antara guru dan siswa itu telah terjalin hubungan akrab.
Seorang guru seharusnya mempunyai keterangan yang lengkap tentang individu-individu murid, yang meliputi:
1. Latar belakang psikologi murid-murid yang meliputi hasil-hasil tes kecerdasan, tes perasaan, dan kecakapan, penyesuaian diri anak-anak di rumah dan masyarakat.
2. Latar belakang kemampuan murid-murid yang meliputi kemajuan dalam mata pelajaran yang akan diberikan.
3. Latar belakang kesehatan fisik murid-murid, seperti penglihatan, pendengaran dan lain-lain.
4. Latar belakang perhatian anak terhadap pendidikan, peradaban, dan kebudayaan.
5. Latar belakang kehidupan anak di rumah, yang meliputi status social ekonomi, pendidikan orang tua, dan lain-lain.
F. Penilaian, Pencatatan, dan Pelaporan Kemajuan Murid
Didalam pembelajaran memberikan angka bukanlah maksud utama dari penilaian. Tetapi guru harus mengetahui fungsi daripada penilaian ialah: mengetahui tingkat kemajuan, perkembangan murid dalam satu priode tertentu. Hasil dari penilaian akan dijadikan sebagai dasar untuk memperbaiki kemajuan setiap individu murid.
Rencana penilaian kelas meliputi:
1. Tujuan-tujuan objektif dari pelajaran itu.
2. Unit pelajaran untuk satu tahun.
3. Hasil-hasil belajar yang penting seperti: sikap, keterampilan, pengertian, pengetahuan, kualitas perseorangan, dan
4. Cara kerja bersama dalam penelitian.
G. Metode Mengajar
Mengajar secara efektif sangat tergantung pada pemilihan dan penggunaan metode mengajar yang serasi dengan tujuan mengajar. Cara belajar-mengajar yang baik ialah mempergunakan kegiatan murid-murid sendiri secara efektif dalam kelas, merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sedemikian rupa secara kontinu dan juga melalui kerja kelompok. Jenis-jenis metode mengajar sebagai berikut:
a. Metode ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Metode ini efektif untuk penyampaian informasi dan pengertian.
b. Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung seperti guru bertanya siswa menjawab, atau sebaliknya. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran telah dikuasai oleh siswa.
c. Metode diskusi
Diskusi ialah suatu proses tukar menukar pendapat, informasi dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama.
d. Metode kerja kelompok
Kerja kelompok mengandung pengertian bahwa siswa dalam satu kelas dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil.
e. Metode demonstrasi
demonstrasi merupakan metode mengajar yang sangat efektif, sebab membantu para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta yang benar.
f. Metode tugas belajar dan resitasi
Tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, dan di tempat lainnya.
H. Strategi Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar aktif. Menurut Hisyam Zaini dkk strategi pembelajaran aktif antara lain:
1. Critical Incident (Pengalaman Penting)
Stategi ini digunakan untuk memulai pelajaran. Tujuannya dari penggunaan strategi ini untuk melibatkan siswa sejak awal dengan melihat pengalaman mereka. Strategi ini dapat digunakan dengan maksimal pada mata pelajaran praktis.
2. Prediction Guide (Tebak Pelajaran)
Strategi ini digunakan untuk melibatkan siswa dalam proses pembelajaran secara aktif dari awal sampai akhir. Dengan strategi ini siswa diharapkan dapat terlibat dalam pelajaran dan tetap mempunyai perhatian ketika guru menyampaikan materi.
3. Group Resume (Resume Kelompok)
Biasanya sebuah resume menggambarkan hasil yang telah dicapai oleh individu. Resume ini akan menjadi menarik untuk dilakukan dalam kelompok dengan tujuan membantu siswa menjadi lebih akrab atau melakukan team building (kerjasama kelompok) yang anggotanya sudah saling mengenal sebelumnya. Kegiatan ini akan lebih efektif jika resume itu berkaitan dengan materi yang sedang diajarkan.
4. Assessment search (Menilai Kelas)
Strategi ini dapat dilakukan dalam waktu yang cepat dan sekaligus melibatkan siswa untuk saling mengenal dan bekerjasama.
5. Questions Students Have (Pertanyaan dari Siswa)
Teknik ini merupakan teknik yang mudah dilakukan yang dapat dipakai untuk mengetahui kebutuhan dan harapan siswa. Teknik ini menggunakan elisitasi dalam memperoleh partisipasi siswa secara tertulis.
6. Active Knowledge Sharing (Saling Tukar Pengetahuan)
Strategi ini dapat digunakan untuk melihat tingkat kemampuan siswa disamping untuk membentuk kerjasama tim.
7. Listening Teams (Tim Pendengar)
Strategi ini membantu siswa untuk tetap konsentrasi dan terfokus dalam pelajaran yang menggunakan metode ceramah.strategi ini bertujuan membentuk kelompok yang mempunyai tugas atau tanggung jawab tertentu berkaitan dengan materi pelajaran.
8. Synergetic Teaching (Pengajaran Sinergis)
Strategi ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi hasil belajar dari materi yang sama dengan cara yang berbeda dengan membandingkan catatan mereka.
9. Active Debate (Debat Aktif)
Debat bias menjadi satu metode berharga yang dapat mendorong pemikiran dan perenungan terutama kalau siswa diharapkan dapat mempertahankan pendapat yang bertentangan dengan keyakinan mereka sendiri.
10. Jigsaw Learning (Belajar Model Jiqsaw)
Strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.
11. Everyone Is A Teacher Here (Setiap orang Adalah Guru)
Strategi ini sangat tepat untuk mendapatkan partisipasi kelas secara individual. Strategi ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk berperan sebagai guru bagi kawan-kawannya.

Pengelolaan Kelas Yang Efektif
A. Hubungan Pengelolaan Kelas dan Pengelolaan Pengajaran
Pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran adalah dua kegiatan yang sangat erat hubungannya namun dapat dan harus dibedakan satu sama lain karena tujuannya berbeda. Kalau pengajaran mencakup semua kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan entry behavior peserta didik, menyusun rencana pembelajaran, member inpormasi, bertanya, menilai, dan sebagainya), maka pengelolaan kelas menunjuk kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan “raport”, penghentian tingkah laku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran dan sebagainya). Jadi didalam proses belajar-mengajar di sekolah dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu masalah pengajaran dan pengelolaan kelas.
Masalah pengelolaan kelas harus ditanggulangi dengan tindakan korektif pengelolaan, sedangkan masalah pengajaran harus ditanggulangi dengan tindakan korektif intruksional. Sebagai pemberian dasar serta penyiapan kondisi bagi terjadinya proses belajar yang efektif, pengelolaan kelas menunjuk kepada pengaturan orang maupun pengaturan fasilitas. Fasilitas disini mencakup pengertian yang luas mulai dari ventilasi, penerangan, tempat duduk, sampai dengan perencanaan program belajar-mengajar.
B. Masalah pengelolaan kelas
Masalah mengelola kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Meskipun seringkali perbedaan antara dua kelompok itu hanya merupakan perbedaan tekanan saja. Tindakan pengelolaan kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat memilih strategi penanggulangan yang tepat pula.
Rudorf Dreikurs dan Pearl Cassel membedakan empat kelompok masalah pengelolaan kelas individual yang berdasarkan asumsi bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Bila kebutuhan-kebutuhan ini tidak lagi dapat dipenuhi dengan cara-cara yang lumrah dapat diterima masyarakat, dalam hal ini masyarakat kelas, maka individu yang yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara-cara lain. Dengan kata lain, dia akan berbuat tidak baik. Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara yang asocial digolongkan sebagai berikut:
1. Tingkah laku yang mendapatkan perhatian orang lain (attention getting behaviors).
2. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking behaviors).
3. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behavior).
4. Peragaan ketidakmampuan.
Lois V. Johnson dan Mary A. Bany mengemukakan 6 kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang dimaksud yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis kelamin, suku, dan tingkat sosio-ekonomi.
2. Kelas mereaksi negative terhadap salah seorang anggotanya.
3. Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok.
4. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannyadari tugas yang telah digarap.
5. Semangat kerja rendah.
6. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
C. Usaha Preventif Masalah Pengelolaan Kelas
Tindakan pengelolaan kelas adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses belajar-mengajar berlangsung efektif. Tindakan guru tersebut dapat berupa tindakan pencegahan yaitu dengan jalan menyediakan kondisi baik fisik maupun kondisi sosio-emosional sehingga terasa benar oleh peserta didik rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar. Tindakan lain dapat berupa tindakan korektif terhadap tingkah laku peserta didik yang menyimpang dan merusak kondisi bagu proses belajar-mengajar yang sedang berlangsung.
Dimensi kolektif dapat terbagi menjadi dua yaitu tindakan yang seharusnya segera diambil guru pada saat terjadi gangguan dan tindakan penyembuhan terhadap tingkah laku yang menyimpang yang terlanjur terjadi agar penyimpangan tersebut tidak berlarut-larut. Dimensi pencegahan dapat merupakan tindakan guru dalam mengatur lingkungan belajar, mengatur peralatan, dan lingkungan sosio-emosional.
1. Kondisi dan Situasi Belajar-mengajar
a. Kondisi Fisik
Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil belajar. Lingkungan fisik yang dimaksud adalah meliputi:
1. Ruangan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar
Ruangan tempat belajar harus memungkinkan semua bergerak leluasa tidak berdesak-desakan dan saling menggangu antara murid.
2. Pengaturan tempat duduk
Dalam pengaturan tempat duduk yang terpenting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka.
Beberapa pengaturan tempat duduk di antaranya:
a. Berbaris berjajar
b. Pengelompokkan yang terdiri atas 8 sampai 10 orang
c. Setengah lingkaran seperti dalam teater
d. Berbentuk lingkaran
e. Individu yang biasanya terlihat diruang baca, di perpustakaan, atau diruang praktik laboratorium
f. Adanya dan tersedianya ruang yang sifatnya bebas di kelas di samping bangku tempat duduk yang diatur.
3. Ventilasi dan pengaturan cahaya
Ventilasi harus cukup menjamin kesehatan peserta didik. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan cahaya matahari masuk, dan memungkinkan oksigen masuk sehingga siswa dapat belajar dengan focus.
b. Kondisi sosio-emosional
Suasana sosio-emosional dalam kelas akan mepunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar mengajar, kegairahan peserta didik merupakan efektivitas tercapainya tujuan pengajaran.
1. Tipe Kepemimpinan
Tipe kepemimpinan yang lebih berat pada otoriter akan menhasilkan sikap peserta didik yang apatis dan menimbulkan sikap agresif. Tipe kepemimpinan yang menekan kepada sikap demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan peserta didik dengan dasar saling memahami dan saling mempercayai.
2. Sikap guru
Sikap guru dalam menghadapi peserta didik yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap bersabar dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku peserta didik akan dapat diperbaiki.
3. Suara guru
Suara yang melengking tinggi atau senantiasa tinggi atau demikian rendah sehingga tidak terdengar oleh peserta didik secara jelas dari jarak yang jauh akan membosankan dan pelajaran tidak akan diperhatikan.
4. Pembinaan raport
Dengan hubungan baik guru peserta didik senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat, bersikap optimistik, serta realitik dalam kegiatan belajar yang dilakukannya.
D. Pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas
1. Behavior-Modification Approach
Pendekatan ini bertolak dari psikologi behavior. Untuk membina tingkah laku yang dikehendaki guru harus member penguatan positif (member stimulus positif sebagai ganjaran) atau penguatan negatif (menghilangkan hukuman, suatu stimulus negatif). Sedangkan untuk mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki, guru menggunakan hukuman.
2. Socio-Emotional-climate approach
Pendekatan pengelolaan kelas ini mengasunsikan bahwa proses belajar mengajar yang efektif mempersyaratkan iklim sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan peserta dan antara peserta didik, dan guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik itu.
3. Group-Processess Approach
Pendekatan ini didasarkan pada psikologi social dan dinamika kelompok dengan asumsi pokoknya adalah pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks kelompok social dan tugas guru yang terutama dalam mengelola kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif.
4. Eclectic approach
Pendekatan ini meliputi pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas yang potensial, dalam hal ini pendekatan perubahan tingkah laku, penciptaan iklim sosio-emosional dan proses kelompok. Dan dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur dengan baik dalam masalah pengelolaan kelas.
E. Hambatan Pengelolaan Kelas
Masalah pengelolaan kelas tebai tiga kategori yaitu:
1. Masalah yang ada dalam wewenang guru
2. Masalah yang ada dalam wewenang sekolah
3. Masalah yang ada diluar wewenang guru dan sekolah



BAB III
PENUTUP

Simpulan:
1. Pengelolaan pembelajaran yang baik harus dikembangkan berdasarkan prinsip pembelajaran menyangkut rencana, strategi, metode, dan lain-lain.
2. Usaha guru dalam mengelola kelas sesuai dengan kondisi yang diharapkan akan efektif apabila:
a. Diketahui secara tepat faktor-faktor yang dapat mendukung terciptanya kondisi yang menguntungkan dalam proses belajar mengajar.
b. Dikenal masalah-masalah yang diperkirakan dan biasanya timbul dan dapat merusak iklim belajar-mengajar.
c. Menguasai berbagai pendekatan dalam pengelolaan kelas dan diketahui pula kapan dan untuk masalah mana suatu pendekatan digunakan.




















DAFTAR PUSTAKA

W. James Popham, Eva L. Baker, Teknik Mengajar Secara Sistematis, Rineka Cipta, Jakarta,2003.
Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, Pt remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.
Subdjana Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 1987.
Sabri Ahmad, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Quantum Teaching, Jakarta, 2005.
Rohani Ahmad, Pengelolaan Pembelajaran edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.
Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar, CV. Rajawali, Jakarta, 1991.

Selasa, 14 Juni 2011

makalah pengunaan huruf kapital

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa Melayu semenjak Kongres Pemuda 28Oktober 1928 telah diangkat dan naik kedudukannya menjadi bahasa persatuan/nasional. Setelah kemerdekaan Indonesia, bahasa Indonesia yang diangkat dan berasal dari bahasa Melayu, secara resmi dijadikan bahasa negara sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV Pasal 36. Akan tetapi, hingga saat ini bahasa Indonesia oleh masyarakat pemakainya masih banyak yang belum menuruti syarat-syarat penggunaan bahasa yang baik dan benar, terutama media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Dengan kata lain, kesalahan dalam penggunan bahasa Indonesia masih banyak kita temukan.
Era teknologi dan informasi saat ini telah mempermudah kita untuk mendapatkan berbagai macam informasi yang kita perlukan. Dengan adanya internet kita dapat mendapatkan informasi dalam hitungan detik. Namun, media yang merupakan sarana belajar dan informasi masih banyak menggunakan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidahnya. Kita dapat lihat di televisi, sebuah tayangan stasiun swasta seperti MTV, dimana bahasa Indonesia telah dicampuradukkan dengan bahasa asing, sehingga maksud dan maknanya sudah tidak jelas lagi. Media cetak pun tak ketinggalan, banyak bahasa-bahasa slank (pergaulan) yang menjadi bahasa pengantar dalam tiap rubrik ataupun kolom-kolom yang ada pada media cetak tersebut.
Dengan latar belakang masalah tersebut, penulis mencoba untuk mengamati kesalahan penggunaan bahasa Indonesia khususnya dalam media cetak, dan penulis fokuskan kepada permasalahan pada aspek ejaan, yakni pemakaian huruf kapital, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.

1.2 Tujuan dan Ruang Lingkup
Penelitian bertujuan meneliti kenyataan penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa oleh masyarakat kaum terpelajar dan kaum jurnalis. Sebagai bahan penelitian diambil sebagai sample tajuk rencana Koran Republika, Kompas dan Media Indonesia. Dengan batasan pada bulan juni 2007 yaitu edisi minggu ke-3 tiap harinya. Sebagai dasar kajian saya dalam penelitian ini ialah kesalahan penggunaan bahasa dalam aspek ejaan, antara lain :
a. Penggunaan huruf kapital;
b. Penulisan kata;
c. Dan penggunaan tanda baca.

1.3 Kerangka Teori
Bahasa (kata) berupa lambang dari rangkaian bunyi-bunyi yang diartikulasikan. Kata adalah abstraksi dari benda-benda atau segala sesuatu yang ada. Dengan demikian, bahasa erat hubungannya dengan berpikir. Menurut Affandi (1971:218), bahasa dan berpikir berkembang bersama-sama sehingga sukar memperkatakan soal bahasa tanpa menyebut soal berpikir dan pikiran. Hal ini sesuai pula dengan pendapat Delakroi (dalam Chauchard (1976, XXVI, 2:36) yang mengatakan bahwa “Pikiran membentuk bahasa dan membentuk diri lantaran bahasa”.
Menurut Jakson, ada dua macam bentuk penggunaan bahasa, yakni penggunaan bahasa dengan batas-batas tertentu dan penggunaan bahasa dengan usaha sendiri (dalam Chauchard 1977, XXVI, 12:372). Yang dimaksud dengan yang pertama ialah penguasaan bahasa dengan ekspresi otomatis yang telah dipelajari dan dikuasai sejak kecil. Ekspresi ini sudah tersusun dalam pola-pola dan formula-formula tertentu. Klisenya sudah ada dalam pikiran. Jenis penguasaan seperti ini terdapat dalam penguasaan bahasa kebanyakan orang dalam bahasa ibunya, dan sudah mendarah daging baginya.
Jenis yang kedua terdapat pada penguasaan bahasa yang dikehendaki dan direkayasa yang sifatnya intelektual. Hal ini terlihat misalnya pada penggunaan bahasa pada waktu mencipta suatu hasil karya, makalah dan sejenisnya. Dalam menciptakan hasil karya itu orang dengan sengaja mencari, membentuk, dan menemukan konstruksi frasa, dan mengkombinasikannya dengan frasa-frasa yang telah terekam dalam benaknya sehingga dapat digunakan membentuk buah pikiran yang luwes, jelas, dan terang, serta baik dan benar.
Namun, sering kali terjadi, baik pada media elektronik maupun media cetak, secara tidak sadar pemakai bahasa atau kaum jurnalis menggunakan bahasa yang memperlihatkan penyimpangan dan kesalahan tata bahasa. Penyimpangan itu dapat terjadi pada struktur ejaan, misalnya penggunaan huruf kapital, penulisan kata, dan penggunaan tanda baca. Kekurangcermatan berbahasa ini semua, disamping disebabkan oleh kaum jurnalis banyak yang masih kurang terampil berbahasa Indonesia yang baik dan benar, juga kurang berdisiplinan mereka dalam menggunakan menggunakan bahasanya.
Bahkan kesalahan tersebut dapat terjadi secara berulang-ulang. Pengulangan kesalahan terjadi karena kekurangsadaran dan kekurangtahuan si penulis berita tersebut tentang kesalahan yang diperbuatnya. Dia kurang sadar akan kesalahan tersebut karena frasa-frasa otomatis yang telah dikuasainya sejak kecil dari bahasa ibunya lebih dominan dan terlalu mempengaruhi keadaan berbahasanya. Dia kurang tahu dan kurang mengerti tentang kesalahan yang telah diperbuatnya karena daya intelektual penguasaan bahasanya yang kurang sehingga menyebabkan kegiatan berpikirnya dan berbahasa tidak sinkronis.

1.4 Metode dan Teknik Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini didahului dengan studi pustaka dengan menelaah buku dan makalah yang berisi tulisan/ulasan tentang bahasa pers dan hal-hal yang bersangkut-paut dengan penggunaan bahasa Indonesia kaum jurnalistik. Sebelum tahap pengumpulan data, akan diadakan pengamatan terhadap sumber data yang ada hubungannya dengan topik yang akan diteliti. Data-data yang relevan dengan topik penelitian dikumpulkan dan dicatat. Karena data yang dipilih untuk bahan analisis berupa tajuk rencana dari koran, pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat kalimat demi kalimat pada secarik kertas berupa slip. Slip-slip yang berisi data-data, kemudian diklarifikasi sesuai dengan topik yang akan diteliti, yakni masalah kesalahan ejaan, yakni pemakaian huruf kapital, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. Data-data yang sudah terklarifikasi inilah yang menjadi bahan analisis, baik secara deskrippsi, kualitatif maupun kuantitatif.

1.5 Sumber Data dan Pemilihan Sampel
Yang digunakan sbagai sumber data untuk bahan penelitian ini ialah koran. Pemilihan koran sebagai sample dilakukan secara purposif berdasarkan anggapan bahwa koran itu merupakan koran yang
a. Jumlah oplahnya besar dan jumlah pembacanya meliputi sebagian masyarakat;
b. Penggunaan bahasanya dapat dianggap baku;
c. Golongan pembacanya pada umumnya berasal dari lapisan masyarakat golongan menegah ke atas.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, harian yang dipilih sebagai sumber data ialah harian Republika, harian Kompas, harian Media Indonesia, dan masing-masing harian diambil dari terbitan minggu ke III bulan juni 2007, dari hari senin sampai dengan minggu.
Adapun topik yang dipilih sebagai pencarian sumber data ialah tajuk rencana. Rubrik tajuk rencana ini dianggap mempunyai tingkatan yang tinggi dalam penggunaan bahasa Indonesia.













BAB 2
KESALAHAN PENGGUNAAN UNSUR EJAAN BAHASA INDONESIA DALAM MEDIA MASSA CETAK

Media massa adalah salah satu sarana pengungkapan buah pikiran (ide), kejadian, dan peristiwa sehari-hari dengan menggunakan alat komunikasi bahasa. Namun, hingga saat ini ternyata masih terdapat kesalahan-kesalahan dalam penggunaan bahasa tersebut. Seperti telah dikemukakan pada bagian pendahuluan, hal itu diduga antara lain karena penulis berita atau redaktur media massa merupakan individu-individu yang dwibahasawan.
Data menunjukkan bahwa terdapat kesalahan-kesalahan pada pemakaian ejaan, bentuk dan pilihankata, dan struktur kalimat. Dalam bab ini akan disajikan temuan tentang kesalahan pemakaian ejaan atau ketidaktaatan penerapan kaidah ejaan, antara lain, tampak pada pemakaian huruf capital, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. Berikut ini saya sajikan kasus-kasunya.

2.1 Pemakaian Huruf Kapital
Masalah pemakaian huruf kapital, antara lain, berkaitan dengan penulisan kata pertama pada awal paragraf. Data memperlihatkan bahwa kata-kata pertama sering ditulis seluruhnya dengan huruf kapital, baik pada Koran Kompas maupun pada Koran Republika dan Media Indonesia. Misalnya :
LIBUR sekolah ajaran ini baru saja kita ketahui;
BELAJAR dari pengalaman tahun lalu, maka pengaturan lalu lintas untuk pemudik dilakukan dengan lebih cermat;
TETAPI, kalau kita kaji lebih dalam sasaran perjuangan Kartini…….
Pemakaian huruf kapital pada penulisan semua kata awal paragraf itu diduga berkaitan dengan penciptaan identitas surat kabar tersebut. Padahal, sebagai media massa yang baik, seharusnya mereka tidak menciptakan sesuatu yang terlalu menyimpang dari kaidah penulisan karena pemakaian huruf kapital seluruhnya. Menurut kaidah EYD, huruf kapital dipakai pada huruf awal setiap kata dalam judul tulisan, artikel, atau karangan berikutnya adalah pemakaian huruf awal nama diri yang ditulis dengan nama kecil. Sebaliknya huruf awal nama jenis ditulis dengan huruf kapital. Berikut ini adalah beberapa contoh kesalahan tersebut.
(1) Sementara itu, perkiraan import beras alternatif dalam tahun anggaran 2007/2008 adalah sehitar 3,2 ton;
(2) …disaksikan oleh Direktur Pusat Informasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB),…;
(3) Mereka mengharapkan partai berlambang Banteng itu akan benar-benar “mendengus”.
Salah satu butir kaidah ejaan menyatakan bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Pada kalimat (2), unsur kedua pada bentuk ulang nama badan (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tidak ditulis dengan huruf kapital. Demikian juga bentuk tahun anggaran pada contoh kalimat (1) seharusnya ditulis dngan hurf kapital karena tahun anggaran yang dimaksud pada konteks tertentu (2007/2008) dan merupakan nama diri. Sebaliknya, kata banteng pada contoh kalimat (3) adalah nama jenis yang penulisannya seharusnya dengan huruf kecil saja. Berikut ini adalah contoh penulisan yang benar.
(1a) Sementara itu, perkiraan import beras alternatif dalam Tahun Anggaran 2007/2008 adalah sehitar 3,2 ton;
(2a) …disaksikan oleh Direktur Pusat Informasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),…;
(3a) Mereka mengharapkan partai berlambang banteng itu akan benar-benar “mendengus”.

2.2 Penulisan Kata
Kesalahan penulisan kata, baik kata turunan maupun gabungan/kata masih terdapat dalam media massa walaupun tidak telalu banyak. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh ketidakkonsistenan penerapan kaidah ejaan. Kesalahan penulisan kata masih kita jumpai, seperti pada kalimat-kalimat berikut.
(1) Yang harus kita garisbawahi pada kesempatan ini adalah…
(2) Petugas polisi dan keamanan Australia sering kali bertingkah dan bertindak…
Pada contoh kalimat (1) penulasn garisbawahi diserangkaikan, sedangkan penulisan sering kali pada contoh kalimat (2) dipisahkan atau tidak diserangkaikan. Sesuai dengan kaidah ejaan, penulisan bentuk dasar yang berupa gabungan kata hanya jika pendapat awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikutinya, sedangkan jika hanya mendapat akhiran saja seperti kata garis bawahi harus ditulis terpisah. Lain halnya dengan bentuk sering kali, bentuk ini harus ditulis serangkai dengan gabungan kata tersebut sudah dianggap padu benar seperti halnya kata bagaimana, bilamana, padahal, acapkali, manakala, dan barangkali. Dibawah ini adalah contoh penulisan yang benar.
(1a) Yang harus kita garis bawahi pada kesempatan ini adalah…
(2a) Petugas polisi dan keamanan Australia seringkali bertingkah dan bertindak…
Kekeliruan atau kesalahan penulisan kata depan atau preposisi masih juag terdapat dalam media massa, seperti pada kalimat-kalimat berikut.
(3) … disamping harga minyak goreng yang naik di seluruh wilayah Indonesia khususnya pulau jawa …
(4) Namun, dilain pihak, Presiden sebagai kepala pemerintahan …
(5) … di antaranya, menyangkut perihal …
Dalam contoh kalimat (3)–(5) bentuk di merupakan kata depan, bukan awalan. Oleh karena itu, penulisan kata depan pada kata-kata dalam kalimat tersebut harus dipisahkan dari kata yang mengikutinya. Jadi, penulisan yang benar adalah sebagai berikut.
(3a) … di samping harga minyak goreng yang naik di seluruh wilayah Indonesia, khususnya pulau jawa …
(4a) Namun, di lain pihak, Presiden sebagai kepala pemerintahan …
(5a) … di antaranya, menyangkut perihal …

2.3 Pemakaian Tanda Baca
Kesalahan atau kekeliruan pemakaian tanda baa, antara lain, meliputi pemakaian tanda titik, tanda koma, dan tanda pisah. Dibawah ini adalah uraiannya satu per satu.

2.3.1 Pemakaian Tanda Titik
Data menunjukkan bahwa kesalahan atau kekeliruan pemakain tanda titik terdapat pada penulisan gelar akademik seperti pada kata-kata berikut.
(1) … Senin lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika DR. Muhammad Nuh, M. SC mengigatkan kepada …
(2) Dalam Konteks ini, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, SH menyatakan …
(3) Mimbar Dra Pia Alisjahbana dalam televisi belum lama ini …
Penulisan gelar akademik pada ketiga kalimat (1)—(3) tidak sesuai dengan kaidah ejaan. Menurut kaidah, penulisan setiap unsur singkatan gelar akademik harus dengan tanda titik dan antara satu gelar dengan gelar lainnya diikuti spasi. Jadi, penulisan yang sesuai dengan kaidah ejaan adalah sebagai berikut.
(3a) … Senin lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika DR. Muhammad Nuh, M. Sc. .mengigatkan kepada …
(4a) Dalam Konteks ini, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, S.H. menyatakan …
(5a) Mimbar Dra. Pia Alisjahbana dalam televisi belum lama ini …

2.3.2 Pemakaian Tanda Koma
Kesalahan pemakaian tanda koma adalah kesalahan yang cenderung tinggi ditemukan dalam data media cetak. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh ketidak konsistenan dalam penerapan kaidah tanda baca atau sebagai akibat pengaruh ragam bahsa lisan.
Data yang ditemukan menunjukkan bahwa kesalahan tersebut tampak pada pemakaian tanda koma untuk keterangan tambahan, keterangan aposisi, bagian terakhir kalimat yang mengandung rincian, ungkapan penghubung intrakalimat, dan ungkapan penghubung antar kalimat. Setelah itu, kesalahan pemakaian tanda koma juga terdapat didalam struktur kalimat majemuk, yaitu dua kalimat setara. Sebelum anak kalimat dan sebagai penyulih konjungsi bahwa. Dibawah ini akan paparkan kesalahan-kesalahan pemakaian tanda baca koma.
1.) Penghilangan Tanda Koma
A. Penghilangan Tanda Koma pada Keterangan Tambahan
Penghilangan tanda koma pada keterangan tambahan seperti terdapat ada kalimat berikut.
(1) Impian panjang mereka selama 25 tahun kini menjadi nyata.
Selama 25 Tahun pada kalimat diatas merupakan frasa keterangan tambahan. Menurut kaidah ejaan, penulisan frasa keterangan tambahan seperti itu sebaiknya diapit oleh tanda koma sehingga penulisannya tampak pada kalimat dibawah ini.
(1a) Impian panjang mereka selama 25 tahun kini menjadi nyata.

B. Penghilangan Tanda Koma pada Keterangan Aposisi
Penghilangan tanda koma pada keterangan aposisi, misalnya, tampak pada kalimat berikut ini.
(2) Ketika itu, Bagir Manan Ketua Mahkamah Agung (MA) melaporkan kepada Presiden …
Contoh tersebut adalah kalimat yang mengandung keterangan aposisi, yaitu Ketua Mahkamah Agung (MA) menurut kaidah ejaan, diapit oleh tanda koma. Perbaikannya seperti terlihat pada kalimat dibawah ini.
(2a) Ketika itu Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung (MA) melaporkan kepada Presiden …

C. Penghilangan Tanda Koma pada Ungkapan Penghubung Antarkalimat
Kasus penghilangan tanda koma pada ungkapan penghubung antarkalimat sangat tinggi frekuensi pemakaiannya di dalam data. Berikut ini adalah contoh penghilangan tnda koma pada ungkapan penghubung antarkalimat.
(3) Bahkan ada yang sama sekali tidak menghiraukan lagi …
Kalimat yang mengandung ungkapan penghubung antarkalimat, yaitu bahkan yangdisajikan tanpa diikuti tanda koma. Sesuai dengan kaidah ejaan, penulisan ungkapan penghubung antar kalimat harus diikuti tanda koma. Berikut penulisan yang benar.
(3a) Bahkan, ada yang sama sekali tidak menghiraukan lagi …

D. Penghilangan Tanda Koma pada Ungkapan Penghubung Intrakalimat
Ketidakkonsistenan pemakaian tanda koma sebelum ungkapan penghubung intrakalimat tamapak pada contoh berikut.
(4) Penampilan luarnya amat mengesankan tetapi mutu akademiknya rendah.
Menurut kaidah ejaan, pemakaian ungkapan penghubung intrakalimat, seperti tetapi terdapat pada kalimat majemuk setara harus didahului oleh tada koma. Dalam contoh tersebut tidak ada tanda koma sebelum penghubung intrakalimat tersebut. Oleh karena itu, sesuai kaidah ejaan, sebelum kata tetapi diberi tanda koma sehingga penulisan yang benar sebagai berikut.
(4a) Penampilan luarnya amat mengesankan, tetapi mutu akademiknya rendah.

2.) Penambahan Tanda Koma
A. Penambahan Tanda Koma Sebelum Unsur Predikat
Data juga memperlihatkan bahwa penambahan tanda koma di antara unsur subjek dan predikat merupakan masalah yang lain pula sehubungan denagn tanda koma terutama apabila slah satu atau kedua unsur tersebut berupa frasa nomina panjang.
(5) Bangsa Afganistan selalu berhasil mengusir pasukan penduduk asing, justru sering gagal menata hubungan harmonis diantara mereka sendiri.
Bangsa Afganistan selalu berhasil mengusir pasukan penduduk asing pada contoh kalimat berfungsi sebagai subjek kalimat yang berupa frasa nominal yang panjang. Penambahan tanda koma di antara unsur subjek dan predikat, seperti pada contoh, kemungkinan akibat pengaruh ragam bahsa lisan yang dimaksud dengan tanda jeda. Menurut kaidah ejaan, pemakaian tanda koma dalam konteks ini tidak benar (harus dibuang). Penulisannya yang benar adalah sebagai berikut.
(5a) Bangsa Afganistan selalu berhasil mengusir pasukan penduduk asing justru sering gagal menata hubungan harmonis diantara mereka sendiri.

B. Penambahan Tanda Koma pada Dua Klausa Setara
Penambahan tanda koma di antar dua klausa setara terdapat pada pemakaian bahasa Indonesia di media surat kabar; pada contoh kalimat dan bagian kalimat berikut ini.
(6) Cara mengatasinya adalah dengan meninjau ulang semua peraturan yang ada, dan memperbaikinya.
Contoh tersebut mengandung ungkapan penghubung intrakalimat dan. Ungkapan penghubung itu berfungsi menghubungkan dua klausa yang mengikutinya. Tanda koma sebelum ungkapan penghubung dan tersebut sebaiknya dihilangkan karena hanya ada dua klausa yang dihubungkan. Sebaliknya, apabila terdapat lebih dari dua klausa yang dihubungkan, tanda koma perlu dicantumkan. Denagn demikian, penulisan yang benara adalah sebagai berikut.
(6a) Cara mengatasinya adalah dengan meninjau ulang semua peraturan yang ada dan memperbaikinya.

C. Penambahan Tanda Koma Sebelum Anak Kalimat
Contoh data berikut merupakan contoh kasus yang lain sehubungan dengan kesalahan pemakaian tanda koma. Kalimat berikut merupakan kalimat majemuk bertingkat.
(7) MOU ini dipandang telah menguntungkan Indoesia, karena Indonesia mendapat …
Contoh kalimat diatas berpola induk kalimat diikuti anak kalimat. Menurut kaidah ejaan, tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengikuti induknya. Dalam contoh terdapat pemakaian tanda koma diantara anak kalimat karean Indonesia mendapat .... Jadi, pemakaian atau penambahan tanda koma tersebut tidaklah sesuai dengan kaidah ejaan. Oleh karena itu, tanda koma tersebut harus disunting. Berikut ini adalah penulisan yang benar.
(7a) MOU ini dipandang telah menguntungkan Indoesia karena Indonesia mendapat …

3.) Tanda Koma Sebagai Penyulih Konjungsi Bahwa
Didalam penelitian ini ditemukan pula pelesapan konjungsi bahasa yang disulih dengan tanda koma. Data seperti itu sangat tinggi frekuensi pemakaianny dalam media cetak. Perhatikan contoh berikut :
(8) Dalam keterangannya kepada pers, Menteri Sekretariat Negara Hatta Rajasa mengemukakan. Presiden dengan tegas membantah pendapat …
Presiden dengan tegas membantah pendapat … pada contoh merupakan klausa anak kalimat dari bagian kalimat itu. Seperti yang dinyatakan dalam buku pedoman ejaan, anak kalimat yang mengikuti induk kalimat tidak dipisahkan tanda koma. Sehubungan dengan itu, tanda koma yang terdapat pada contoh rupanya berfungsi sebagai penyulih konjungsi bahwa pada anak kalimat tersebut. Sebagai kalimat majemuk bertingkat, kehadiran konjungsi bahwa sebelum anak kalimat justru wajib. Jadi, penulisannya yang benar adalah sebagai berikut.
(8a) Dalam keterangannya kepada pers, Menteri Sekretariat Negara Hatta Rajasa mengemukakan bahwa Presiden dengan tegas membantah pendapat …

2.3.3 Pemakaian Tanda Pisah
Kesalahan pemakaian tanda pisah yang bermakna ‘sampai dengan’ masih juga terdapat dalam media massa cetak walaupun jumlahnya masih sedikit.
(0a) Rakernas itu berlangsung tanggal 21 – 23 Mei lalu di Jakarta dan …
(1a) … Peningkatan setiap tahunnya rata-rata 5,5% selama tahun 2006 - 2007 …
Contoh tersebut adalah bagian kalimat yang di dalamnya terdapat tanda pisah. Maksud pemakaian tanda pisah tersebut sudah benar, yaitu untuk diletakkan di antara dua bilangan yang bermakna ‘sampai dengan’. Hanya saja, cara menyatakannya tidak benar. Sesuai dengan kaidah ejaan, pengetikan tanda pisah dalam konteks itu harus dinyatakan dengan dua buah tanda hubung, tanpa spasi sebelum dan sesudahnya. Dengan demikian, kedua contoh bagian kalimat itu kekurangan satu buah tanda hubung. Menurut kaidah pula tandapisah (--), yang panjangnya dua kali tanda hubung, boleh dipakai untuk konteks makna ‘sampai dengan’. Oleh karena itu, penulisan yang benar adalah sebagai berikut.
(1a) Rakernas itu berlangsung tanggal 21--23 Mei lalu di Jakarta dan …
(2a) … Peningkatan setiap tahunnya rata-rata 5,5% selama tahun 2006--2007 …

2.3.4 Pemakaian Tanda Petik

Contoh di bawah ini mengandung kesalahan pemakaian tanda petik.
(1) Pada kesempatan lainnya Ketua Komisi B DPRD DKI itu pernah mengungkapkan, adalah keliru jika Perda DKI dalam hal ini berhitung untung rugi …
(2) … bahwa pemerintah seakan-akan ingin “membuldoser” atau mencekoki DPR dengan RUU-RUU yang diajukannya.

Pada contoh kalimat (1) terdapat kalimat langsung, tetapi penyajiannya tidak menggunakan tanda petik. Kesalahan penyajian kalimat langsung itu menimbulkan kesan seakan-akan kalimat itu menjadikalimat tak langsung. Sesuai dengan kaidah ejaan, kalimat langsung itu harus disajikan dengan menggunakan tanda petik seperti pada perbaikan kalimat (1a). berikut dari segi pemakaian, terdapat kekeliruan besar tidak tampilnya tanda petik tersebut karena hal itu dapat ditafsirkan sebagai kalimat jurnalis (bukan kalimat narasumber).

Lain halnya dengan data pada contoh bagian kalimat (2), tanda petik digunakan untuk mengapit kata asing buldoser. Di dalam bukum pedoman ejaan dinyatakan bahwa tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Jadi, pemakaian tanda petik pada bagian kalimat itu tidak benar. Penulisan yang benar adalah menghilangkan tanda petik dan merangkaikan imbuhan mem- dengan kata buldoser menjadi satu kata seperti pada perbaikan bagian kalimat (2a) berikut.
(1a) Pada kesempatan lainnya Ketua Komisi B DPRD DKI itu pernah mengungkapkan, “Adalah keliru jika Perda DKI dalam hal ini berhitung untung rugi …”
(2a) … bahwa pemerintah seakan-akan ingin membuldoser atau mencekoki DPR dengan RUU-RUU yang diajukannya.


























BAB 3
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil temuan penelitian yang telah penulis lakukan pada Koran Republika, Kompas, dan Media Indonesia, ternyata masih banyak memperlihatkan kesalahan, pada aspek ejaan yang meliputi pemakaian huruf kapital, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.
Berikut ini saya utarakan beberapa hal yang berupa kesimpulan dari penelitian tersebut.
a. Penulisan kata pertama pada awal paragraph banyak ditulis dengan huruf kapital seluruhnya. Diuga gaya penulisan yang salah ini berkaitan dengan penciptaan identitas secara spesifik surat kabar bersangkutan. Padahal, sebagai media massa yang baik, seharusnya mereka tidak menciptakan sesuatu yang terlalu menyimpang dari kaidah penulisan karena penggunaan huruf kapital seluruhnya yang tidak sesuai dengan kaidah ejaan bahasa Indonesia.
b. Huruf awal nama diri ada yang ditulis dengan kuruf kecil. Sebaliknya, huruf awal nama jenis ditulis huruf kapital.
c. Pengetikan tanda pisah ditulis dengan hanya satu tanda hubung dan dengan spasi.
d. Penulisan kalimat lansung ditulis seolah-olah kalimat tidak langsung, yani dengan menghilangkan tanda petik pada awal dan akhir kalimat.
e. Tidak digunakan tanda koma sebagai pengapit keterangan sisipan.
f. Tidak digunakan tanda koma pada keterangan aposisi.
g. Penghilangan tanda koma juga sangat tinggi frekuensinya pada (sesudah) ungkapan pengantar penghubung.
h. Hal yang sama juga terjadi (sebelum) kata ungkapan penghubung intrakalimat.
i. Penghilangan tanda koma terdapat juga pada (sebelum) rincian terakhir.
j. Sebaliknya, dari butir (h, e, i) terjadi penggunaan penggunaan tanda koma yang salah pada kalimat sebelum unsur predikat.
k. Pembubuhan tanda koma yang salah terdapat diantara unsur subjek dan predikat. Hal ini mungkin akibat pengaruh ragam bahasa lisan yang disamakan dengan tanda jeda.
l. Pemakaian tanda koma yang salah terdapat juga pada (sebelum) anak kalimat.
m. Pemakaian tanda koma yang salah juga terdapat sebagai peyulih konjungsi bahwa.
Mudah-mudahan kesimpulan penulis dapat memberikan manfaat untuk perbaikan media massa cetak dalam penggunaan ejaan yang benar sesuai kaidah bahasa Indonesia. Dan khususnya kita sebagai mahasiswa sebagai pengguna sekaligus pemerhati penggunaan bahasa Indonesia untuk lebih disiplin dan kritis dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sehingga kesalahan-kesalahan serupa tidak terulang lagi.



















DAFTAR PUSTAKA

Djabarudi, Slamet. 1991. Peningkatan Kualitas Bahas Media Massa. Jakarta : Pusat Pembinaan dan PEngembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Susanto, Astrid S. 1978. Bahasa Indonesia sebagai Sarana Komunikasi. Jakarta : Pusat Pembinaan dan PEngembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Umari, Darius. 1991. Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Berita Radio. Jakarta : Pusat Pembinaan dan PEngembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dra. Rusmiati, M.Hum. 2007. Handout Mata Kuliah Bahasa Indonesia. Jakarta : STIA LAN.

RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Sekolah : TK Tunas Muda Sukaramah
Pertemuan ke :
Waktu : 3 x 30 Menit

Standar Kompetensi : Mengenal alam semesta.
Kompetensi Dasar : 1. Mengenalkan benda-benda alam semesta.
Indikator : 1. Menyebutkan apa saja yang ada dalam alam semesta.
2. menyebutkan nama denda yang ditentukan guru
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pembelajaran, siswa dapat :
1. Menyebutkan apa saja yang ada dalam alam semesta.
2. menyebutkan nama denda yang ditentukan guru

II. MATERI POKOK
• Alam semesta
III. MODEL PENDEKATAN DAN METODE PEMBELAJARAN
• Tanya jawab
• ceramah
• permainan

IV. LANGKAH PEMBELAJARAN
Kegiatan Awal
• Guru mengkondisikan kelas
• Guru dan siswa membaca do’a sebelum belajar
• Guru mengabsen siswa
• Memotivasi siswa dan menjelaskan tujuan pelajaran yang akan disampaikan hari ini
Kegiatan Inti
• Guru membagikan gambar dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengenal gambar yang dibagikan guru.
• Guru memberikan contoh mengucapkan huruf-huruf yang dibagikan dan siswa mengikuti
• Guru mengadakan semacam perlombaan untuk menemukan benda yang diucapkan guru.
• Guru membimbing siswa menyusun kata sederhana dari huruf yang ada membentuk kata benda yang ada dalam alam semesta.
• Salah satu siswa maju kedepan kelas untuk mengucapkan kata benda yang ia ketahui.
Kegiatan Akhir
• Guru memberikan komentar tentang keberhasilan siswa maupun kekurangan siswa.
• Guru menginformasikan materi pelajaran yang akan datang.
• Guru mengakhiri pelajaran dengan bacaan hamdallah.
V. SUMBER DAN BAHAN
• Huruf dari kertas
• Gambar benda-benda alam semesta.

VI. PENILAIAN
A. Non Tes (Penilaian Sikap dalam proses pembelajaran)
• Mengamati Kegiatan siswa
• Menilai hasil kerja siswa

aliran maturidiyah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Berbagai macam aliran keagamaan dalam Islam pertama kali muncul sejak terbunuhnya khalifah Usman bin Affan dan naiknya Ali bin Abu Thalib. Banyak pihak yang meminta supaya segera dilakukan pengusutan wafatnya Usman dan datang yang ada di belakangnya. Sebagian lainya meminta supaya segera ditegakkan khalifah Islamn yang dipimpin oleh Ali bin Abu Thalib.
Selain benih pertikaian dalam masalah politik , perbedaan pemahaman dalam soal akidah Islam juga mulai berkembang. Persoalan yang menjadi perdebatan soal penciptaan alam semesta, akal, tentang sifat dan Zat Allah, serta masalah lainnya. Misalnya dalam af’al (perbuatan) Allah. Karena Allah yang menciptakan manusia, dan pula Allah yang menciptakan manusia, dan pula Allah yang menciptakan kebaikan dan keburukan, semuanya dianggap adalah perbuatan Allah. Akibatnya ketika ada orang yang berbuat jahat, sebagian kalangan memandang bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan Allah, karena itulah timbul pemahaman yang berbeda dalam memaknai af’al Allah tersebut.
Begitu juga ketika seorang bayi yang dilahirkan dari seorang perempuan yang berzina.Dan ketika bayi itu meninggal dunia sebelum akil balig, di manakah bayi itu akan ditempatkan. Apakah dia masuk surge atau masuk neraka? dari sini juga akhirnya timbul perbedaan pemahaman keagamaan dalam bidang teologi (akidah, atau ilmu kalam). Seperti Qadariyah, Maturidiyah, Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dan lain sebagainya. Mereka saling klaim bahwa pendapat mereka yang benar dan yang lain salah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya aliran Maturidiyah?
2. Apa saja pokok-pokok pikiran aliran Maturidiyah?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Aliran Maturidiyah
Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand pertengahan kedua dari abad IX M. Pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui. Ia sebagai pengikut Abu Hanifah sehingga faham teologinya memiliki banyak persamaan dengan paham-paham Abu Hanifah. Sistem pemikiran aliran Maturidiyah, termasuk golongan teologi ahli sunah.
Pokok-pokok ajaran Maturidiyah:
1. Kewajiban mengetahui Tuhan
2. Kebaikan dan keburukan dapat diketahui dengan akal
3. Hikmah dan tujuan perbuatan Tuhan
Ada dua golongan di dalam aliran Maturidiyah, yaitu:
a. Golongan Samarkand
Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Al-Maturidi sendiri golongan ini cenderung kearah paham Mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asy’ary terdapat kesamaan pandangan.
Mengenai perbuatan-perbuatan manusia, Maturidi sependapat dengan golongan Mu’tazilah, bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-pebuatanya. Apabila ditinjau dari sini, Maturidi berpaham qadariyah.
b. Golongan Bukhara
Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan pengikut Maturidi yang sangat pentinga dan penerus yang sangat baik dalam pemikirannya. Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid Maturidi. Dari orang tuanya, Al-bazdawi dapat menerina ajaran-ajaran Maturidi. Kemudian Al-bazdawi dalam perkembangan pemikirannya, mempunyai salah seorang murid yaitu Najm Al-Din Muhammad Al-Nasafi dengan karyanya Al-‘Aqaidul Nasafiyah.
Dengan demikian yang dimaksud dengan golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Al-Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al-Asy’ary.
Namun walaupun sebagai aliran Maturidiyah, Al-Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab Hanafi. Dan pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup dan berkembang dikalangan umat Islam.
B. Pokok-Pokok Pikiran Aliran Maturidiyah
Beberapa pokok pikiran aliran Maturidiyah adalah sebagai berikut:
1. Pelaku dosa besar
Aliran Maturidiyah, baik golongan Samarkand maupun golongan Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa besar masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa bertobat dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, Ia akan memasukkannya kedalam neraka.
Berkaitan dengan persoalan ini, Al-Maturidi sendiri sebagai peletak dasar aliran kalam Al-Maturidiyah, berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak kekal didalam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. Hal ini dikarenakan Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada menusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan bagi orang yang berbuat syirik. Karena itu, perbuatan dosa besar tidaklah menjadikan seseorang menjadi kafir atau murtad. Menurut Al-Maturidi, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu, amal tidak akan menambah atau mengurangi esensi iman, kecuali hanya menambah atau mengurangi sifatnya saja.
2. Iman dan kufur
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan. Pengertian ini dikemukakan oleh Al-Maturidi sebagai bantahan terhadap Al-Karamiyah, salah satu subsekte Murji’ah. Ia berargumentasi dengan ayat Al-Quran surat Al-Hujurat 14:
   •                        •    
14. orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat tersebut dipahami Al-Maturidi sebagai penegasan bahwa keimanan itu tidak cukup hanya dengan perkataan semata, tanpa diimani pula oleh kalbu. Apa yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Menurut Al-Maturidi, tashdiq seperti yang dipahami diatas, harus diperoleh dari ma’rifah. Tashdiq didapat dari akal, bukan sekedar berdasarkan wahyu. Lebih lanjut, Al-Maturidi mendasari pandangannya pada dalil naqli surat Al-Baqarah ayat 260:
                                       •    
260. dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Pada surat Al-baqarah tersebut dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan menghidupkan orang mati. Permintaan tersebut, lanjut Al-Maturidi, tidaklah berarti bahwa Ibrahim belum beriman. Akan tetapi, Ibrahin mengharapkan agar iman yang telah dimilikinya dapat meningkat menjadi iman hasil ma’rifah.
Adapun pengertian iman menurut Maturidiyah Bukhara, seperti yang dijelaskan Al-Bazdawi, adalah tashdiq bi qalb dan tashdiq al-lisan adalah mengakui kebenaran sebuah pokok ajaran islam secara verbal. Pendapat ini tidak banyak berbeda dengan Asy’ariyah, yaitu sama-sama menempatkan tasdiq sebagai unsure esensial dari keimanan walaupun dengan pengungkapan yang berbeda.
Maturidiyah Bukhara mengembangkan pendapat yang berbeda. Al-Bazdawi menyatakan bahwa iman tidak dapat berkurang, tetapi bisa bertambah dengan adanya ibadah-ibadah yang dilakukan. Al-Bazdawi menegaskan hal tersebut dengan membuat analogi bahwa ibadah-ibadah yang dilakukan brfungsi sebagai bayangan dari iman. Jika bayangan itu hilang, esensi yang digambarkan oleh bayangan itu tidak akan berkurang. Sebaliknya, dengan kehadiran bayangan-bayangan itu, iman justru menjadi bertambah.
3. Perbuatan Tuhan
Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Aliran Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian, Tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian juga pengiriman rasul dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh Bazdawi, Tuhan pasti menepati janji-Nya. Seperti memberi upah kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan amcaman bagi orang yang berdosa besar. Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara tentang pengiriman rasul, sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
Aliran Samarkand member batasan pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan sehingga mereka menerima faham adanya kewajiban-kewajiban Tuhan, sekurang-kurangnya kewajiban menepati janji tentang pemberian upah dan pemberian hukuman.
Adapun mengenai pengiriman rasul, golongan Bukhara, sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, mempunyai faham yang sama dengan aliran Asy’ariah. Pengiriman rasul menurut mereka, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin. Sementara itu, pendapat Maturidiyah Samarkand tentang persoalan ini dapat diketahui dari keterangan Al-Bayadi. Dalam Isyarat Al-Maram, Al-Bayadi menjelaskan bahwa keumuman Maturidiyah sefaham dengan Mu’tazilah mengenai wajibnya pengiriman rasul.
Mengenai kewajiban Tuhan memenuhi janji dan ancaman-Nya, aliran Maturidiyah Bukhara tidak sefaham dengan aliran Asy’ariyah. Menurut mereka, tidak mungkin Tuhan melanggar janji-Nya untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik. Akan tetapi Tuhan bisa saja membatalkan ancamanuntuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat.
4. Perbuatan Manusia
Ada perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara mengenai perbuatan manusia. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham Mu’tazilah, sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy’ariyah. Kehendak dan daya berbuat pada diri manusia menurut Maturidiyah Samarkand, adalah kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan.
Maturidiyah Bukhara dalam banyak hal sependapat dengan maturidiyah Samarkand. Hanya saja golongan ini memberi tambahan dalam masalah daya. Menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakuakan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan baginya.
Tuhan telah menciptakan segala sesuatu serta menetapkan ukuran-ukurannya (qadar), termasuk qadar baikburuk, namunmanusia dengan akalnya dapat memilih mana perbuatan baik dan mana yang buruk. Manusia diberi kebebasab untuk melakukan usahanya sesuai kehendaknya.
5. Sifat-sifat Tuhan
Dapat ditemukan persamaan antara al-maturidi dan alasy’ari, seperti di dalam pendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama’, basher dan sebagainya. Walaupun begitu pengertian al-maturidi tentang sifat berbeda dengan al asy’ari. Menurut al-maturidi sifat tidak dikatakan sebagai esensinya dan bukan pula dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulazamah (ada bersama, baca: inheren) dzat tanpa pemisah.
Tampaknya paham al-maturidi, tentang makna sifat cenderung mendekati paham Mu'tazilah. Perbedaannya al maturidi mengaku adanya sifat-sifat sedangkan al-Mu'tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
Semantara itu, Maturidiyah Bukhara, yang juga mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa tuhan mempunyai sifat-sifat. Aliran Maturidiyah Bukhara berbeda dengan Asy’ariyah. Maturidiyah Bukhara juga berpendapat Tuhan tidaklah mempunyai sifat-sifat jasmani. Ayat-ayat Al-Quran yang menggambarkan Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani haruslah diberi takwil. Menurut Al-bazdawi, kata istawa haruslah dipahami dengan arti al-istila ala asy-syai’I wa al-qahr alaihi (menguasai sesuatu dan pelaksanaannya. Demikian juaga ayat yang menggmbarkan Tuhan mempunyai dua mata dan dua tangan, bukanlah Tuhan mempunyai anggota badan.
Golongan Samarkand dalam hal ini kelihatan tidak sefaham dengan Mu’tazilah karena Al-Maturidi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, tetapi tidak lain dari Tuhan.
Maturidiyah Samarkand sependapat dengan mu’tazilah dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini. Al-Maturidi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan,muka, mata,dan kaki adalah kekuasaan Tuhan.
Maturidiyah Samarkand sejalan dengan Asy-ariyah dalam hal Tuhan dapat dilihat. Sebagaimana yang dijelaskan Al-Maturidi bahwa melihat Tuhan itu merupakan hal yang pasti dan benar, tetapi tidak dapat dijelaskan bagaimana cara melihatnya. Dalil yany dijadikan pendukung Al-Maturidi dalam pendapatnya adalah ayat 103 surat Al-An’am:
          
103. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.

Demikian pula Maturidiyah Bukhara juga sependapat bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Al-bazdawi mengatakan bahwa Tuhan kelak memperlihatkan diri-Nya untuk kita lihat dengan mata kepala, menurut apa yang Ia kehendaki.
Aliran Bukhara dan Samarkand berpendapat bahwa Al-Quran itu adalah kekal tidak diciptakan. Golongan Bukhara berpendapat, sebagaimana dijelaskan Bazdawi, Al-Quran adalah sesuatu yang berdiri dengan dzatnya, sedangkan yang tersusun dalam bentuk surat yang mempunyai akhir dan awal, jumlah dan bagian, bukanlah Al-Quran secara hakikat, tetapi disebut Al-Quran dalam pengertian kiasan.
Golongan Samarkand mengatakan bahwa Al-Quran adalah kalamullah yang bersifat kekal dari Tuhan, sifat yang berhubungan dengan dzat Tuhan dan juga Qadim. Kalamullah tidak tersusun dari huruf dan kalimat sebab huruf dan kalimat itu diciptakan.
6. Kehendak Mutlak Tuhan dan Keadilan Tuhan
Kehendak mutlak Tuhan, menurut golongan Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh karena itu, Tuhan tidak akan memberi beban yang terlalu berat kepada manusia dan tidak tidak sewenang-wenang dalam memberikan hukuman karena Tuhan tidak dapat berbuat zalim. Tuhan akan memberikan upah atau hukuman kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.
Adapun golongan Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan. Dengan demikian, dapat diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tak ada satu dzat pun yang lebih berkuasa daripada-Nya dan tidak ada batasan-batasan bagi-Nya.
Golongan Bukhara berpendapat bahwa ketidakadilan Tuhan haruslah difahami dalam konteks dan kehendak mutlak Tuhan. Secara jelas, Al-Bazdawi mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsure pendorong untuk menciptakan kosmos, Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan untuk kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan untuk kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.

























BAB III
PENUTUP

Simpulan:
1. Golongan Samarkand dan Bukhara sama-sama berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak kekal didalam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat.
2. Golongan Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan dan keimanan itu tidak cukup hanya dengan perkataan semata, tanpa diimani pula oleh kalbu. Pendapat golongan Bukhara adalah mengakui kebenaran sebuah pokok ajaran islam secara verbal dan iman tidak dapat berkurang, tetapi bisa bertambah dengan adanya ibadah-ibadah yang dilakukan.
3. Golongan Samarkand memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Sedangkan golongan Bukhara berpendapat bahwa bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh Bazdawi, Tuhan pasti menepati janji-Nya.
4. Golongan Samarkand berpendapat bahwa kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Sedangkan golongan Bukhara memberi tambahan dalam masalah daya. Menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakuakan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan baginya
5. Menurut al-maturidi sifat tidak dikatakan sebagai esensinya dan bukan pula dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulazamah (ada bersama, baca: inheren) dzat tanpa pemisah. Semantara itu, Maturidiyah Bukhara, yang juga mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa tuhan mempunyai sifat-sifat.
6. Kehendak mutlak Tuhan, menurut golongan Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan. Adapun golongan Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya.



























DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, M. Yunan, Alam Pikiran Islam; Pemikiran Kalam,Perkasa , Jakarta, 1990.
Rifai.Moh., Drs. Rs. Abdul Aziz, Pelajaran Ilmu Kalam,Wicaksana, Semarang, 1988.
Nasution. Harun, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta, 1986
Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam,Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Anwar. Rosihon, Drs. Abdul Rozak, Ilmu Kalam, pustaka Setia, Bandung, 2003.